buku tua tentang penyair tua
telah lunas aku baca
di pinggir jalan ketika matahari
sedang berkaca
pada bening peluh keringat
mereka yang berdoa dengan kerja
buku tua tentang penyair tua
tidak bicara dengan angka
segalanya masih satu
hati
dan pikiran tidak bernafas
untuk dendam curiga
buku tua tentang penyair tua
adalah kecipak air sungai
yang terus mengalir
sebagai ketentuan bahwa ia
bukanlah gangguan
untuk gelombang samudera
buku tua tentang penyair tua
menderet mimpi laksana biji palawija
yang siap tumbuh dan berbunga
lalu jadi sesajen kenduri
pada huruf-huruf keyakinan
dan kalimat-kalimat kepercayaan
buku tua tentang penyair tua
mengajak jiwaku bertapa
dalam laku mensucikan nama
dengan kesungguhan bekerja
sampai kesadaran mendapatkan kelas
dan kesejatian memperoleh harga
buku tua tentang penyair tua
seperti lagu lirih tentang airmata
dan darah pasrah juga kejelasan
menyongsong mati
aku kirim sajak sakit
dari zaman yang senang mengancam dirinya
Yogyakarta, 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar