Selasa, 21 Juni 2011

KESEMPURNAAN BERNAMA ADUHAI


Sajadah di etalase memberi harga pada sebuah berita. Aku rindu, katanya. Dan matahari juga kata-kata belajar kepada nama berupa cinta. Hujan tertunda menjadi gerimis perih sebuah tangis. Keinginan para petani seperti bunga: ungu di lubuk hati yang tak mau semu. Kepada musyawarah para kawan, seorang pekerja bercerita catatan diri: tentang keringat, dan tentu saja airmata.

Pagi berlalu, tapi rasanya semangat ini tak punya waktu untuk pergi. Aku cinta padamu. Mengeja gairah: setubuh janji menjadi semayam embun yang akan datang esok hari. Perjalanan ini, adalah kelakuan mencari izin untuk mendapat doa: dari hati yang yakin, dengan cinta yang sederhana.

Pada waktu, ada luang untuk tidak hanya menunggu dalam diam yang sia-sia. Cahaya senja di matamu, mengundangmu untuk tidur seperti daun. Angka yang bicara pada piring makan hari ini, adalah nilai dari rasa yang sujud sebagai syukur.

Kata-kata mengadu kepada pemiliknya. Sedang malam sedang asing dari rembulan. Ada entah pada kenapa dalam mimpiku. Karunia hari-hari mengarung dalam ingatan yang dengan izin kekuasaan  bertutur tentang kesabaran. Kesedihan berlari, ia mencari kandungan dari nama kelahiran.

Yogyakarta, 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar