Selasa, 21 Juni 2011

SURAT UNTUK JAKARTA

jalan-jalan di bangun dalam rute
yang menjauh dari seni hidup
gedung-gedung mencibir peluh
dan kerja keras budaya
puisi kejang di gelisah notasi
sekarat sosial
aku mengundangmu
untuk pembicaraan rahasia
kenapa aku meledak di jantungmu
dan memecah darah sampai
antero ingatan jadi lebam
sudahkah kau sadari omonganmu?
di kolong kesadaran
orang merasa
omonganmu tak lebih dari
ocehan pecandu
gemerlap yang gila hormat
pasar-pasar muntahkan penat
jadi beton etalase
ruhani yang miskin berlumur
kata-kata psikotropik
yang kering dalam asam bubuk marijuana
aku ingin sembahyang untukmu
lewat surat ini
nasib keluhan aku adukan sebagai tumbal
kebebasan bekerja
dua puluh empat jam sehari
berbicara dengan bahasa karya
bukan slogan bukan janji
tapi kesempatan untuk memahami
bahkan apologi-apologi
dan kita bisa merayakan
rasa malu tentang cintamu
                                      Jatinegara, 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar